Thursday, January 28, 2016

Lelucon Donat dan Kopi Hitam



"Apakah ketika tidak bulat dan tidak bolong tengahnya, dia tidak bisa disebut donat?"

Kamu tiba-tiba bertanya di tempat ini setahun yang lalu. Pertanyaanmu tidak kujawab. Aku pikir itu hanya basa basi memecah sunyi karena selama sejam kita hanya diam. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri dan mungkin kamu juga. 

Kini aku datang kembali ke cafe ini. Bukan untuk donatnya. Toh aku hanya pesan secangkir kopi hitam tanpa gula. Sama seperti yang dulu kamu pesan. 

Kalau kamu masih ingat, saat itu aku memarahimu karena kopi pahit pesananmu. Hari masih pagi. Kamu belum sarapan dan kamu punya maag. 

Dan coba lihat sekarang. Di waktu yang sama seperti waktu itu, ketika matahari bahkan baru beberapa jam bersolek di langit timur, kudapati diriku sudah menggenggam secangkir kopi pahit. Sama seperti kamu dulu. 

"Aku tidak mau begini terus," katamu setelah monologmu soal donat tadi.

Aku bertanya kenapa. Tapi cuma dalam hati. Lalu kitapun kembali saling mendiamkan. Aku tidak bisa menyalahkanmu yang tidak mempercayai jarak. 

then love, love will tear us apart again
love, love will tear us apart again...

Ah lagi-lagi lagu yang sama dengan saat itu. Hanya kali ini yang bernyanyi bukan Joy Division, tapi Nouvelle Vague... Tapi lalu kenapa? Meskipun bukan penyanyi aslinya, ini masih bisa dikatakan lagu yang sama kan?

Sekarang pasti kamu akan menganggap ini lucu. Lucu bagaimana sebuah kebetulan bisa bermain-main dengan perasaan seseorang. 

Ah tapi mungkin aku juga yang sengaja mencari kebetulan itu. Aku ke sini bukan untuk donat. Juga bukan untuk segelas Green Tea Latte kesuaanku. 

Sekarang bahkan aku mencoba mewujudkan sosokmu di atas kursi di depanku. Suasana ini mendukung kesengajaan nakalku. Tapi sebenarnya aku ingin kamu mewujud dengan senyum. Sayangnya kepalaku lebih dulu memproyeksikan bayanganmu dalam sendu.

Tiba-tiba aku merasa gugup. Kuangkat cangkirku menuju bibir. Tapi kubatalkan.
Kopiku masih utuh. Aku baru menyesapnya sekali. Aku tidak suka pahit. Kini pasti semakin terasa pahit karena sudah dingin.

Kopi itu pasti juga sudah dingin saat akhirnya kamu meminumnya usai mengakui ketidakmampuanmu memperpanjang keberadaanku di hatimu yang sudah berjalan paling tidak tujuh tahun. Aku tidak ingat pasti. Aku berharap kopi itu lebih pahit dari yang seharusnya, usai kamu berkata begitu. Aku harap mulutmu langsung terasa pahit, lidahmu pahit, gigimu menghitam, sehingga kamu merasa harus melepehnya kembali keluar. 

Ah apa cinta tidak mengajarkan kesabaran? Aku minta tunggu sebentar, kamu lebih suka segalanya bergerak cepat. 

Sebentar, aku mungkin harus bertanya seperti apa cinta yang diajarkan kepadamu? Kamu pernah bilang saking besarnya cinta, bisa sampai sulit diungkapkan dengan kata-kata. Tapi rupanya sebesar apapun itu, dia bisa langsung dihilangkan dengan secangkir kopi pahit. Rasa manisnya langsung melebur dan membuatmu tidak ingat seberapa manisnya sebelum kopi itu kau sesap.

Haha. Memang aku masih bisa bertanya soal cinta padamu?

Kemarin amplop pink itu datang. Aku tertawa. Bahkan kamu membiarkan dia mewarnainya dengan warna yang selalu kamu anggap sangat tidak maco. 

Lama sekali amplop itu hanya kupandangi. Aku merasa tidak perlu membukanya. Ada kamu tersenyum di sana. Begitu juga perempuan di sampingmu.  

Hmmmm....

Lalu pertanyaan basa basimu kembali terngiang. Apakah ketika dibentuk tidak bulat dan tidak bolong tengahnya tidak bisa disebut donat? Coba lihat. Bahkan cafe ini sampai sekarang masih menjual donat dengan bentuk yang mereka anggap pantas disebut donat. Tambahan butiran cokelat, bubuk green tea, kacang almond, selai strawberry hanya sebagai pemanis. Tapi ia tetaplah bulat, bolong di tengah, dan akhirnya masih masuk dalam kategori donat. 

Samakah seperti donat dan lagu yang kembali diputar dengan penyanyi berbeda? Apa itu juga cinta? Apakah kamu masih bisa mengatakan itu cinta yang sama, walaupun dia bukan aku lagi?

Kupandangi kopiku. Aku bahkan tidak akan pernah tahu kopi ini akan meninggalkan ampas di dasarnya atau tidak. 

Keramaian pengunjung cafe akhirnya menjangkau pikiranku hingga menyatu kembali. Sepertinya sudah berganti banyak lagu sejak suara Nouvelle Vague diperdengarkan tadi. 

Aku tinggalkan kursiku, dan kamu yang semu.  Kopiku masih utuh. Biar saja. Aku tidak pernah suka pahit.





*Sumber Gambar: Di sini