Matahari seperti mau menguliti kami hidup-hidup saat itu juga. Ditambah lagi kami belum sempat mandi saat memasuki gerbang Baluran (abaikan!). Kami yang baru saja datang ke Surabaya dari Jakarta subuh tadi, langsung dibawa ke taman nasional yang ada di Banyuwangi itu.
Waktu itu belum begitu siang sebenarnya. Tapi di Jawa Timur matahari selalu lebih tergesa mengisi langit. Lagipula sebenarnya musim kemarau membuat kami tidak terlalu khawatir perjalanan kami diganggu hujan. Tapi kami harus menebus kenikmatan itu dengan terik dan pemandangan kering di sekeliling kami. Seakan satu sisa puntung rokok yang masih menyala dan jatuh bisa langsung menyulut dan membabat habis seluruh yang ada di sini.
Hari itu kami berenam di dalam mobil yang sengaja dilambatkan ketika memasuki kawasan hutan Baluran yang mengering. Anehnya, meski panas kami lebih memilih mematikan AC dan membuka jendela. Ini bukan pemandangan yang akan sering kami saksikan.
![]() |
Terik |
Untuk sampai ke situ, kami harus melalui jalanan bergelombang dan tentunya berdebu. Di sekeliling kami hutan-hutan terlihat memutih saking keringnya iklim di Bulan November tahun ini.
"Di sini biasanya banyak ayam hutan berkeliaran," kata Mas Ardi, si pemegang kendali mobil dan mungkin yang paling hafal tempat ini di antara kami semua.
Kami pun seperti dapat aba-aba celingukan mencari si ayam hutan. Tapi nihil. Lagi-lagi kami cuma lihat debu dan panasnya matahari yang menyengat.
"Mungkin mereka juga lagi neduh. Nanti sore mungkin baru keluar," jelas Mas Ardi lagi. Sebagai teman yang baru saya kenal, beberapa kali ia memang jadi terkesan seperti pemandu wisata. haha.
"Eh itu!" saya tiba-tiba nyeletuk. Di antara dahan mengering itu, ada penghuni hitam, gagah, dan besar. Ternyata elang menjadi satwa penyambut pertama kami di Baluran.
"Coba lihat deh, itu di bawahnya ada selang air, dia sengaja nyari sumber air," lagi-lagi suara Mas Ardi menyahut dari balik kemudi.
![]() |
Itu dia elangnya, titik kecil hitam di tengah pohon yang mengering |
"Sampai-sampai Evergreen aja berubah warna gini ya," ucapnya.
Sekitar 12 km dari gerbang utama untuk sampai ke Bekol. Perlahan kami pun mendapati jalan sempit yang dikelilingi hutan meranggas, mulai membuka. Kali ini sekawanan kera abu-abu ekor panjang yang menyambut kami. Hawa panas rupanya tidak menyurutkan kelincahan mereka.
Bekol, merupakan padang savana terbesar di wilayah itu. Saat itu savana menambah teriknya matahari dengan pemandangannya yang hanya didominasi coklat keemasan. Beberapa tanahnya retak dan rumputnya sedikit memutih di sana-sini tertutup debu.
Hujan memang sudah terlalu lama dinantikan. Tumbuhan widoro bukol, mimba, dan pilang saat itu pun hanya berdiri ringkih tanpa rimbunan yang bisa menjadi tempat berteduh satwa.
![]() |
Savana Bekol |
Kami pun memutuskan untuk langsung menuju ke Pantai Bama yang letaknya 3 km dari Bekol. "Mungkin agak sore muncul hewan-hewan lainya," kata Eko, yang sejak awal sibuk dengan kameranya.
Tapi kami beruntung. Dalam perjalanan menuju Pantai Bama, sedikit jauh dari jalur mobil, mata kami menangkap sekawanan rusa sedang berteduh. Saya dan Eko langsung melompat turun siap dengan kamera. Sayangnya, mereka yang menyadari keberadaan kami tiba-tiba waspada dan berdiri. Saya sedikit merasa bersalah mengganggu mereka, karena begitu kami mendekat mereka langsung berjalan pergi.
![]() |
Kawanan rusa yang berteduh |
Pantai Bama adalah pantai pasir putih yang dikelilingi hutan bakau dengan ombak yang tenang. Di balik keringnya savana tadi, Bama seperti dunia lain yang tersembunyi.
![]() |
Pantai Bama dan ombaknya yang luar biasa tenang |
"Co! itu merak!" seru saya kepada Eko, yang sejak melihat satwa di kejauhan kembali melompat dari mobil dan siap berlari-lari dengan kamera. Serasa seperti mendapat bonus bisa melihat merak hijau dengan liar berlari melintas di kejauhan. Sayangnya terlalu jauh dan terlalu cepat untuk kami kejar dengan kamera.
![]() |
Berkubang |
Tapi yang pasti perjalanan ke Baluran ini membawa kesan tersendiri. Wisata alam toh tak harus gunung dan laut saja kan? Dan sepertinya sore hari memang menjadi waktu bagi ayam hutan menampakan diri. Akhirnya mereka pula yang mengantarkan kepulangan kami dengan berhilir mudik dekat jalur mobil. Dari sini saya jadi tertantang untuk mengunjungi taman nasional lainnya....
![]() |
Kembali pulang... |
Beberapa jepretan yang sayang dilewatkan....
![]() |
Gunung Baluran |
![]() |
Sejauh mata memandang |
![]() |
Berkenalan |
No comments:
Post a Comment