Thursday, September 17, 2015

Suatu Malam, Ketika Keduanya Saling Berdialog





Kedua orang itu berjalan di atas aspal yang dingin. Mereka berjalan beriringan. Tapi tidak bergandengan. Bulan tak nampak di langit. Begitu juga bintang. Gelandangan sudah meringkuk memeluk lututnya di emperan kios tukang jahit.

"Kamu percaya takdir?"

"Sesuatu yang katanya pasti terjadi setelah ditentukan oleh satu kekuatan entah milik siapa itu maksudmu?"

"Semacam itu. Percaya?"

"Aku percaya diriku sendiri."

"Aku juga tidak. Tapi aku tidak pula percaya diriku sendiri."

Tiba-tiba orang yang ditanya tadi mengamit tangan orang satunya. Kini mereka jalan bergandengan.

Mereka berdua masih terus berjalan. Tidak berusaha mengarah kepana pun. Hanya kebetulan saja mereka mengikuti aspal yang mengarah ke barat.

Lampu jalanan berkedip sesekali. Seperti siap putus kapan saja. Tapi untungnya lampu itu tetap mampu membuat aspal itu benderang. Meski tanpa bulan. Meski tanpa bintang.

Sementara, orang yang digandeng tadi merasa kini tak lagi perlu tahu tentang sekitarnya. Soal lampu jalanan yang entah masih sanggup atau tidak menyala di tengah kedipannya yang makin sering. Soal mendung yang apakah akan segera mengalah pada sinar bulan dan bintang. Atau bahkan soal takdir. Menjadi tahu akan sesuatu mengenai itu terlalu menakutkan untuknya.

Ia kini seakan sudah berada di tempat yang diinginkannya. Apa yang diinginkannya begitu sederhana. Genggamannya sudah hangat. Tangannya terasa mantab di dalam tangan orang di sebelahnya.

"Kamu percaya padaku?" Kini ganti orang satunya yang bertanya.


Tak ada jawaban. Tapi si penanya merasa tangannya makin erat tergenggam.

Kedua orang itu terus berjalan. Lampu jalanan masih sering berkedip. Sesekali menyala benderang. Sesekali padam.

Mendung juga masih menggelayut. Bulan dan bintang masih tersembunyi di sudut tumpukan awan yang pekat. Sesekali mendung menyingkir, menampilkan kedua perhiasan malam yang bercahaya di baliknya.

"Kamu takut gelap?" yang barusan bertanya lagi.

"Tidak. Aku hanya belum siap."


Nb: Tulisan ini dibuat di tengah hawa panas dini hari, sambil menunggu si kantuk yang masih rindu pada kesadaran.

(Sumber gambar dari sini)

No comments:

Post a Comment