Wednesday, May 13, 2015

Maaf Menyela, Karena Ini Mengganggu...

Langsung saja, saya benci perpisahan. Dan kebencian membuat saya memandangnya seperti musuh. Kepada musuh saya punya cara untuk melindungi diri. Saya menghindari relasi.

Saya ingat, ketika KKN dulu, dua teman paling menyebalkan yang pernah saya kenal menertawakan saya hanya karena saya tidak menangis. Saya adalah satu-satunya mahasiswa KKN perempuan yang tidak menangis ketika pamit dengan warga di desa tempat saya bertugas. Saya tidak bangga. Jujur saja. Saya merasa aneh. Dan semakin aneh ketika dua orang "brengsek" itu malah tertawa. 

Ketika semua orang berpelukan, dan menyeka pipi yang basah, saya hanya berdiri, sendiri di luar kerumunan dan merasa canggung. Apa saya sudah berlaku tidak sopan karena tidak menangis?

Dua teman itu terus tertawa dan meledek. Tapi begini lah saya. Dari awal datang ke sana saya mungkin menjadi satu-satunya orang yang tidak berusaha dekat dengan warga. Hanya kenal, tapi tidak dekat. Saya selalu membawa batas di depan tubuh saya ketika berkenalan dengan orang baru.

Dan hari ini, saya lagi-lagi diliputi perasaan canggung karena harus kembali berpisah. Ini bukan model perpisahan yang mendadak. Saya sudah tahu sejak sebulan belakangan. Teman saya akhirnya pindah. Tidak lagi satu kantor, tidak lagi satu kos, dan tidak lagi satu kamar.

Saya tidak pernah berusaha mengendalikan perasaan. Maka, ini lah saya. Tapi mungkin sebut saja saya teman paling lempeng yang pernah ada. Maaf soal ini. Semoga saja tidak. Tapi maaf. 


Saya tahu, saya pasti menyebalkan ketika teman saya itu cerita mau pindah kos besok, saya cuma bilang "oh, oke". Saya tahu, saya pasti nggak disukai karena saya malah cengengesan waktu dia nangis dan minta maaf pada kami jika dia punya salah selama ini. Saya tahu, pasti saya akan dibilang bukan teman yang perhatian karena saya hampir tidak pernah bertanya mau kemana dia setelah ini.

Jika ini terbaca, saya sih berharap kalau teman saya itu tidak berpikir bahwa dia satu-satunya orang yang saya perlakukan begitu. Saya sih berharap dia tidak punya pikiran aneh-aneh menyangka kalau saya benci dia. Saya hanya membenci relasi, saya benci terlalu terjerumus dalam relasi, karena relasi mengizinkan saya untuk merasakan perpisahan. Itu saja.

No comments:

Post a Comment